Ads

,

Ads

Wajib Tahu, Iniloh 9 Tahap Pengujian Helm SNI yg Dilakukan BSN [VIDEO]

Jundi Alfaruqi
16 Sep 2018, 17:08 WIB Last Updated 2021-12-19T09:22:11Z
Mulai 1 April 2010, pemerintah mengharuskan pengendara dan penumpang sepeda motor agar mengenakan helm berlogo SNI (Standar Nasional Indonesia).

Bambang Setiadi selaku Kepala Badan Standarisasi Nasional memaparkan ada sembilan cara/tahap uji SNI yang dilakukan BSN (Badan Standarisasi Nasional) yakni sebagai berikut:

1. Uji Penyerapan Kejut


Pengujian ini dimaksudkan untuk mengetes kemampuan helm menyerap benturan. Helm akan ditempatkan pada sebuah tempat yang disebut plat logam, kemudian helm dijatuhkan dari ketinggian 2,5 Meter dengan kecepatan 20,8Km/Jam langsung menghantam pada permukaan besi di bawah. Permukaan besi bisa berbentuk flat, dan meruncing (Seperti segitiga).


Tes ini dilakukan beberapa kali pada 4 sisi helm, yakni sisi jidat (ubun-ubun), sisi belakang, sisi kanan helm, dan sisi kiri helm. Selanjutnya akan diperoleh nilai dari hasil tes tersebut yang menentukan apakah helm tersebut lulus atau tidak.

Bentuk menonjol seperti kepala pada permukaan besi yang dipadukan dengan accelerometer ini bertujuan untuk mengukur kekuatan puncak G [G force peak] atau percepatan yang diukur dalam satuan yang disebut "G" unit Gravitational. Energi impact (ketinggian ketika dijatuhkan dan massa dari helm), atau seberapa keras helm terpengaruh, dan ini akan memiliki hasil yang berbeda-beda untuk setiap standar.

Namun, untuk setiap tes yang benar, jika efek 'G force Peak' ini kepada helm melebihi nilai batas tertentu (sekitar 300 G, tergantung pada standar dan jenis test), helm tersebut tidak lulus test.

2. Uji Penetrasi


Pada dasarnya uji penetrasi ini sama dengan uji penyerapan kejut, tetapi pada uji ini, helm akan benar-benar diuji apakah mampu menahan beban yang langsung mengarah ke helm, misalnya saat rider terjatuh dan helm tertusuk batang besi maupun pagar disisi trek balapan.


Uji penetrasi ini berlaku untuk helm yang dipakai untuk sepeda motor balap seperti Moto2, MotoGP, dan beberapa olahraga khusus seperti ski, gokart dan helm berkuda.

Cara pengujiannya adalah pertama-tama Helm diletakkan ke plat besi yang kokoh lalu kemudian sebuah besi yang bentuknya meruncig seberat 3kg menusuk shell helm dibagian atas helm. Beban besi tidak boleh menembus helm atau bahkan mencapai kontak sesaat dengan bagian dalam helm dekat dengan bagian kepala, jika menembus maka uji tes akan gagal.

3. Uji Efektivitas Sistem Penahan


Ujian seanjutnya disebut Positional Stability (Roll-Off) atau uji efektivitas sistem penahan untuk memastikan helm tidak terlepas saat sang pembalap terjatuh.


Helm dipasang pada tiang penyangga yang berdiri sehingga helm akan menghadap ke bawah pada sudut sekitar 135 derajat. selanjutnya Helm ditempatkan pada posisi yang disesuaikan untuk mendapatkan kondisi "best fit" layaknya sedang dipakai oleh pembalap. kemudian Sebuah tali dengan pengait dihubungkan ke tepi belakang helm dengan diberi beban dibawahnya kemudian membuat helm tertarik ke bawah menghadap lantai.

jika pada tes ini helm terlepas saat ditarik kebawah oleh beban besi yang dikaitkan, maka tes akan dinyatakan gagal.

4. Uji Kekuatan Sistem Penahan dengan Tali Pemegang


Pada tes ini, helm akan diuji apakah tali pengikat (strap) rahang yang terpasang pada helm kuat untuk menahan kepala pembalap jika pembalap terjatuh dan helm tertarik.


Proses pengujianya yakni helm diletakkan pada posisi kepala normal kemudian tali pengikat (strap) dagu diikat ke bawah dengan sebuah peralatan khusus, dimana pada bagian rahang ditarik oleh beban dengan berat sekitar 23 kg selama kurang lebih satu menit. Pengeujian ini kemudian dijalankan bertahap dari beban awal sekitar 23 kg hingga beban mencapai 38 kg.

Tes ini dinyatakan gagal apabila helm tidak dapat menahan beban mekanik atau jika terjadi perenggangan pada tali pengikat (strap) yang melebihi 30 mm.

5. Uji Untuk Pergeseran Tali Pemegang (Penjepit)


Pada tes ini, penjepit tali strap akan diuji untuk melihat kelicinan penjepit jika penjepit strap tertarik saat terjatuh.



Cara pengujiannya adalah strap akan di tarik dengan sebuah alat tes kusus selama beberapa menit. Jika terjadi pergeseran penjepit lebih dari 10mm maka tes dinyatakan gagal.

6. Uji ketahanan terhadap keausan dari tali pemegang



Ini masih termasuk ke dalam pengujian tali pengikat (strap), namun disini tes yg dilakukan adalah untuk memastikan tali helm tidak akan putus jika tejadi gesekkan. Dalam pengujian ini, tali strap akan di tarik dengan sebuah alat kusus dimana bagian tali dimasukkan ke dalam sebuah lubang atau celah yang terbuat dari besi kemudian tali ditarik secara maju-mundur.

Syarat untuk lolos tes ini adalah tali tidak boleh putus dan mampu menahan beban jika terjadi pergeseran lebih dari 5mm.

7. Uji impact miring



Tes dampak miring (Oblique impact tests) bertujuan untuk mendapatkan informasi penting mengenai tingkat perlindungan helm. Ada dua faktor yang mempengaruhi hasil tes impact miring pada helm, Faktor pertama adalah sudut anvil di mana dampak helm, Yang kedua adalah gesekan antara shell dan bagian dalam helm.

Nilai gaya arah membujur puncak maksimal 2,5 kN, dengan waktu impact maksimal 15,5 N.detik

8. Uji pelindung dagu


Selanjutnya untuk tes helm full face yang memiliki dagu maka dilakukan tes pelindung dagu. Tes ini untuk melihat kekuatan bagian dagu saat menerima benturan jika terjadi kecelakan dan bagian bagian dagu menerima benturan.


Cara pengujiannya adalah helm ditekakkan di sebuah plat dimana bagia dagu menghadap ke langit. Kemudia sebuah benda yang terbuat dari besi dengan berat tertentu dijatuhkan dari atas menghantam bagian dagu.

Penurunan percepatan maksimum 300g (g=percepatan gravitasi bumi)

9. Uji sifat mudah terbakar



Tes yang terakhir harus dilewati adalah tes sifat mudah terbakar namun menurut informasi seperti yang dikemukakan oleh Pak Thomas Lim, pakar helm Indonesia, uji sifat mudah bakar telah direvisi (ditiadakan) dari SNI 1811-2007 karena uji sifat mudah terbakar lebih tepat diaplikasikan untuk helm-helm proyek.

Video Pengujian Helm SNI di BSN

Berikut ini adalah persyaratan umum Helm SNI, baik material maupun konstruksi yang harus dipenuhi.

Persyaratan material antara lain:
  • Penggunaan bahan yang kuat dan bukan logam
  • Tidak berubah bentuk jika ditempatkan di ruang terbuka pada suhu 0 derajat celcius sampai 55 derajat celcius selama paling sedikit 4 jam
  • Tidak terpengaruh oleh radiasi ultraviolet.

Persyaratan lainnya:
  • Helm ini harus tahan dari pengaruh bensin, minyak, sabun, air, deterjen, dan pembersih lainnya.
  • Konstruksi helm juga harus memenuhi persyaratan; seperti harus terdiri dari tempurung keras dengan permukaan halus, lapisan peredam benturan dan tali pengikat (strap) ke dagu.
  • Tinggi helm sekurang-kurangnya 114 milimeter diukur dari puncak helm ke bidang utama yaitu bidang horizontal yang melalui lubang telinga dan bagian bawah dari dudukan bola mata
  • Keliling lingkaran bagian dalam helm antara 500 dan 620 milimeter.